Kamis, 03 Desember 2015

Rangkuman MK Misiologi

MISIOLOGI
a.     Pengertian Kamus
-          Menurut KBBI, misi adalah pengutusan yang dikirimkan oleh suatu Negara ke Negara lain untuk melakukan tugas khusus (dalam bidang diplomatic, politik, perdagangan, kesenian, dsb).
-          Tugas yang dirasakan orang sebagai suatu kewajiban untuk melakukannya demi agama, ideology, patriotisme, dsb.
Dari pengertian di atas, misi harus mengandung unsur pengutusan, penyebaran, dan tugas/panggilan.
Misi= pengutusan, penyebaran, dan tugas/panggilan.
b.     Pengertian Teologis
Misi= Apostello (mengutus), pempo (mengirim).
Yohanes 20:21, Bapa mengutus (apostello) Tuhan Yesus, Tuhan Yesus mengirim (pempo) murid-murid.

Yakob Tomatala menuliskan bahwa di dalam misi berbicara bahwa Allah adalah sebagai pengutus, sumber, inisiator, dinamisator, pelaksana, dan penggenap misi.

Contoh pengutusan, 2 Timotius 2:2
Yang diutus ialah orang yang dapat dipercayai dan cakap mengajar orang lain.

Misi à Latin Mittere (pengutusan), English Mission, Belanda Missie (Katolik); Zending (protestan).
Mission (misi) sering diartikan sebagai karya Allah (God’s mission), yaitu tugas yang diberikan oleh Allah yang disebut dengan God’s mission dan dipercayakan kepada orang percaya.
Missions, kata ini menandakan kenyataan praktis atau pelaksanaan pekerjaan itu.

Misi (mission) adalah misi Allah (mission Dei), sedangkan misi (missions) adalah tugas dari misi Allah itu yang dipercayakan kepada umat-Nya.

Chris Marantikaà Misi sebagai proyek Allah bagi dunia adalah karena Allah itu baik, kemudian Allah itu baik dalam kemanusiaan-Nya, Allah itu baik dalam tujuannya, Allah itu baik dalam penampilannya.

Jadi menurut Chris Marantika
-          Misi dunia dimulai dari hati dan pikiran Allah
-          Misi dunia adalah rencana ilahi untuk membawa manusa kembali kepada keadaan mereka semula yang diciptakan indah.
-          Misi dunia adalah sesuatu yang penting karena dosa telah merusak keindahan manusia dan dunia.
-          Misi dunia adalah harapan dunia, karena penebusan Allah telah siapkan di kekekalan untuk menyelamatkan yang hilang.


Menurut Arie De Kuiper, ada 4 jenis pengutusan:
-          Missio Ecclesiae (Pengutusan Gereja)
-          Mission Apostolorum (Pengutusan Para Rasul)
-          Missio Christi (Pengurusan Kristus)
-          Missio Dei (Pengutusan Allah)

Rabu, 02 Desember 2015

Kepribadian Menurut Paradigma Behavioral Skinner

I.      PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah
Behavioristik merupakan orientasi teoritis yang didasarkan pada premis bahwa psikologi ilmiah harus berdasarkan studi tingkah laku yang teramati (observeable behavior).[1] Pendekatan teori pembelajaran behavioristik terhadap kepribadian memiliki dua asumsi dasar. Yang pertama adalah perilaku harus dijelaskan dalam kerangka pengaruh kasual lingkungan terhadap diri orang tersebut. Yang kedua adalah pemahaman terhadap manusia harus dibangun berdasarkan riset ilmiah objektif, di mana variable dikontrol secara seksama dalam eksperimen dalam laboratorium.[2]
Aliran behaviorisme dipelopori oleh John Watson yang nantinya mendapat perhatian dari berbagai pemikir, salah satunya B. F. Skinner. Skinner diakui oleh banyak orang sebagai psikolog Amerika kontemporer terbesar, yang mengembangkan prinsip pengkondisian operan. Penekanannya di sini adalah pada respon yang dikeluarkan oleh organisme (operan), dan penguatan yang membentuk perilaku.  Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas mengenai “Kepribadian Menurut Paradigma Behavioral”, dan lebih khusus dari sudut teori kepribadian Skinner.



B.   Rumusan Masalah
1.    Bagaimanakah pendekatan psikologi menurut Skinner?
2.    Bagaimanakah tipe tingkah laku menurut Skiner?
3.    Bagaimanakah pengkondisian operan menurut Skinner?
4.    Bagaimanakah reinforcement menurut Skinner?
5.    Bagaimanakah pandangan Skinner mengenai ekstingsi dan hukuman?
6.    Bagaimanakah penerapan gagasan-gagasan penelitian Skinner?

C.   Tujuan
1.    Untuk menjelaskan pendekatan psikologi menurut Skinner;
2.    Untuk menjelaskan tipe tingkah laku menurut Skiner;
3.    Untuk menjelaskan pengkondisian operan menurut Skinner;
4.    Untuk menjelaskan reinforcement menurut Skinner;
5.    Untuk menguraikan pandangan Skinner mengenai ekstingsi dan hukuman;
6.    Untuk menguraikan penerapan gagasan-gagasan penelitian Skinner.



II.    PEMBAHASAN

A.   Pendekatan Psikologi Skinner[3]
1.    Tentang otonomi manusia
Skinner menolak seluruh penguraian tingkah laku yang didasarkan pada keberadaan agen hipotesis yang terdapat dan menentukan diri manusia seperti self, ego dan sebagainya. Menurut Skinner mekanisme mentalistik dan intrapsikis seperti itu bersumber pada pemikiran animisme. Skinner menentang anggapan mengenai adanya “agen internal” dalam diri manusia yang menjadikan manusia memiliki otonomi atau kemandirian dalam bertingkah laku. Keberadaan manusia otonom itu bergantung pada pengetahuan kita, dan dengan sendirinya akan kehilangan status dan tidak diperlukan lagi apabila kita mengetahui lebih banyak tentang tingkah laku. Skinner berpendapat bahwa kita tidak perlu mencoba untuk menemukan apa itu kepribadian, keadaan jiwa, perasaan, sifat-sifat, rencana, tujuan, sasaran atau prasyarat-prasyarat lain dari manusia otonom dalam rangka memperoleh pemahaman mengenai tingkah laku manusia.
2.    Penolakan atas penguraian fisiologis-genetik
Skinner tidak percaya bahwa jawaban akhir dari pertanyaan-pertanyaan psikologi akan bisa ditemukan dalam laboratorium ahli fisiologi. Penolakan Skinner atas penguraian atau konsepsi-konsepsi fisiologis-genetik dari tingkah laku itu sebagian besar berlandaskan alasan bahwa penguraian semacam itu tidak memungkinkan kontrol tingkah laku.
3.    Psikologi sebagai ilmu pengetahuan tingkah laku
Skinner beranggapan bahwa seluruh tingkah laku ditentukan oleh aturan-aturan, bisa diramalkan dan bisa dibawa kedalam kontrol lingkungan atau bisa dikendalikan. Menurut Skinner, ilmu pengetauan tentang tingkah laku manusia, yakni psikologi, pada dasarnya tidak berbeda dengan ilmu pengetahuan lainnya yang berorientasi kepada data yang bertujuan untuk meramalkan dan mengendalikan fenomena yang dipelajari (dalam psikologi Skinner, fenomena yang dipelajari adalah tingkah laku).
4.    Kepribadian menurut perspektif  behaviorisme
Menurut Skinner, individu adalah organisme yang memperoleh perbendaharaan tingkah lakunya melalui belajar. Dia bukanlah agen penyebab tingkah laku, melainkan tempat kedudukan atau suatu point dimana faktor-faktor lingkungan dan bawaan yang khas secara bersama menghasilkan akibat atau tingkah laku yang khas pula pada individu tersebut. Bagi Skinner, studi tentang kepribadian ditujukan kepada penemuan pola yang khas dari kaitan antara tingkah laku organisme dan konsekuensi-konsekuensi yang diperkuatnya.

B.   Tipe Tingkah Laku[4]
Skinner membagi tingkah laku ke dalam dua tipe, yaitu responden dan operan. Tingkah laku responden (respondent behavior) adalah respon atau tingkah laku yang dibangkitkan atau diransang oleh stimulus tertentu. Tingkah laku responden ini wujudnya adalah reflex. Contohnya: mata berkedip karena debu, menarik tangan pada saat terkena sengatan strum listrik. Berkedip dan menarik tangan adalah respon (reflex), sedangkan debu dan sengatan setrum adalah stimulus.
Tingkah laku responden ini ternyata dapat juga dibentuk melalui proses conditioning atau melalui belajar. Tingkah laku ini bergantung pada reinforcement (penguatan)  dan secara langsung merespos stimulus yang bersifat fisik. Setiap respon diransang oleh stimulus tertentu. Tingkah laku ini juga tidak memberi dampak apa-apa terhadap lingkungan, seperti respon air liur anjing terhadap stimulus (bunyi bell) tidak mengubah bell atau reinforce (makanan) yang mengikutinya. Dalam hal ini Skinner merasa yakin bahwa tingkah laku responden kurang begitu penting dibandingkan dengan tingkah laku operan.
Tingkah laku operan (operant behavior) adalah respon atau tingkah laku yang bersifat spontan (sukarela) tanpa stimulus yang mendorongnya secara langsung. Tingkah laku ini ditentukan atau dimodifikasi oleh reinforcement yang mengikutinya.

C.   Pengkondisian Tingkah Laku Operan (Operant Conditioning)[5]
Teori yang dikembangkan Skinner dikenal dengan “Operant Conditioning”, yaitu bentuk belajar yang menekankan respon-respon atau tingkah laku yang sukarela dikontrol oleh konsekuen-konsekuennya. Proses “operant conditioning” dijelaskan oleh Skinner melalui eksperimennya terhadap tikus, yang dikenal dengan “Skinner box”.
Ketika tikus yang di masukkan di dalam peti (box) tidak diberi makan untuk beberapa waktu lamanya (tikus menjadi lapar), dia bertingkah laku secara spontan dan acak, dia aktif, mendengus, mendorong, dan mengeksplorasi lingkungannya. Tingkah laku ini bersifat sukarela (emitted), tidak diransang (elicited), dalam arti respon tikus itu tidak diransang oleh stimulus tertentu dari lingkungannya.
Setelah beberapa lama beraktivitas, tikus secara kebetulan menekan pengungkit yang terletak pada salah satu sisi peti, yang menyebabkan makanan jatuh ke dalam kotak. Makanan tersebut menjadi reinforcer (penguat) bagi tingkah laku (respon) menekan pengungkit. Tikus lebih menekan pengungkit dalam frekuensi yang lebih sering. Mengapa? Karena tikus menerima lebih banyak makanan. Tingkah laku tikus sekarang berada di bawah control reinforcement. Kegiatannya sekarang tidak lagi bersifat spontan atau acak, tetapi lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menekan pengungkit dan kemudian makan.
Berdasarkan eksperimennya, Skinner berkesimpulan bahwa “operant conditioning” lebih banyak membentuk tingkah laku manusia daripada “classical conditioning”, karena kebanyakan respon-respon manusia bersifat disengaja daripada yang reflektif.
Skinner telah melakukan penelitian sederhana, namun mempunyai pengaruh yang sangat besar, terutama terhadap pemikiran dalam psikologi, termasuk kepribadian. Skinner mengemukakan bahwa organisme cenderung mengulangi respon yang diikuti oleh konsekuen (dampak) yang mengenangkan, dan mereka cenderung tidak mengulang respon yang berdampak netral atau tidak menyenangkan.
Menurut Skinner, konsekuen (dampak) yang menyenangkan, netral, dan tidak menyenangkan melibatkan reinforcement, ekstingsi (extinciont), dan hukuman.

D.   Kekuatan Reinforcement[6]
Menurut Skinner, reinforcement dapat terjadi dalam dua cara: positif dan negatif. Yang positif terjadi ketika respon diperkuat (muncul lebih sering), sebab diikuti oleh kehadiran stimulus yang menyenangkan. Reinforcement positif ini sinonim dengan “reward” (penghargaan).
Reinforcement positif memotivasi banyak tingkah laku sehari-hari. Seperti anda belajar keras karena mendapat nilai yang bagus, atau bekerja ekstra keras karena ingin memenangkan promosi. Dalam kedua contoh ini, respon terjadi karena respon-respon mengarahkan pada hasil-hasil positif di masa lalu.
Reinforcement positif juga mempengaruhi perkembangan kepribadian. Respon-respon diikuti oleh hasil yang menyenangkan diperkuat dan cenderung menjadi pola kebiasaan bertingkah laku. Contohnya, seorang anak suka melucu di kelas dan memperoleh apresiasi dan senyuman dari teman-temannya. Persetujuan sosial (penghargaan dari teman-temannya) memperkuat siswa tersebut menjadi terbiasa untuk melucu. Jika tingkah laku tersebut diperkuat secara teratur, maka akan menjadi elemen kepribadiannya. Bagaimanapun seorang anak akan dapat mengembangkan sifat-sifat dirinya bergantung pada reinforcement dari orang tua atau orang lain yang berpengaruh baginya.
Sementara reinforcement negatif terjadi ketika respon diperkuat (sering dilakukan), karena diikuti oleh stimulus yang tidak menyenangkan. Reinforcement ini memainkan peranan dalam perkembangan kecenderungan-kecenderungan untuk menolak (menghindar). Pada umumnya orang cenderung menghindar dari situasi yang kaku, atau pribadi yang sulit.
Sifat kepribadian ini berkembang karena tingkah laku menghindar dapat melepaskan diri dari kecemasan. Contohnya seorang reporter surat kabar yang mengalami rasa cemas. Dia mencoba untuk menghindar dari ruang kerjanya, sehingga rasa cemasnya menurun.
Apabila tingkah laku menghindar itu terus menerus dilakukan dan berhasil menghilangkan kecemasan, maka hal itu dapat memberikan dampak yang meluas terhadap aspek kehidupan lainnya, dan kebiasaaan tersebut akan menjadi aspek kepribadiannya.

E.   Ekstingsi dan Hukuman (Extinction & Punishment)[7]
Dampak dari Operant conditioning tidak berlangsung lama (bersifat lemah dan bisa lenyap). Terjadinya ekstingsi dimulai ketika respon-respon yang diperkuat mengakhiri dampak yang positif. Seperti anak yang suka melucu akan menghentikan melucunya, apabila dia tidak lagi mendapatkan apresiasi atau penghargaan dari teman-temannya.
Beberapa respon mungkin dapat diperlemah dengan hukuman. Menurut Skinner, hukuman ini terjadi ketika respon diperlemah (menurun  frekuensinya dan bahkan menghilang), karena diikuti oleh stimulus yang tidak menyenangkan.
Perbedaan antara reinforcement negatif dengan hukuman adalah bahwa respon dalam reinforcement negative mengarah kepada proses menghilangkan sesuatu yang tidak menyenangkan, sehingga respon tersebut diperkuat; sedangkan respon pada hukuman mengarah kepada hadirnya sesuatu yang tidak menyenangkan, sehingga respon diperlemah, atau mungkin kepada konsekuensi (dampak) negatif.

F.    Penerapan: Dunia Sebagai Kotak Skinner[8]
1.    Teknologi tingkah laku
Menurut Skinner, seluruh masalah utama yang dihadapi dunia modern dewasa ini adalah menyangkut tingkah laku manusia. Yang mana masalah tersebut tidak akan bisa teratasi jika hanya mengandalkan fisika atau kimia. Yang dibutuhkan justru teknologi tingkah laku. Dengan kata lain, untuk memahami tingkah laku manusia kita harus melihat faktor-faktor penyebab yang sesungguhnya, yaitu faktor lingkungan.
Skinner beranggapan bahwa sifat-sifat atau gambaran-gambaran dari manusia otonom yang paling menghambat atas terbentuknya teknologi tingkah laku adalah “kebebasan dan kemuliaan”.
2.    Kebebasan
Menurut Skinner manusia dan kemanusiaan tidak akan sepenuhnya lepas dari kendali lingkungan, melainkan hanya lepas dari pengendali-pengendali tertentu. Untuk memperbaiki keadaan manusia, manusia itu sendiri harus menghentikan usaha pencarian kebabasan yang sia-sia, dan memusatkan perhatian ilmiah kepada perubahan drastis dari struktur-struktur sosial.
3.    Kemuliaan
Konsep mengenai kemuliaan manusia (human dignity) adalah menyangkut penghormatan dan pemeliharaan martabat manusia. Menurut Skinner, penganut konsep tersebut menentang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tingkah laku, sebab mereka dihambat oleh ilusi mengenai kemuliaan dan tanggung jawab manusia otonom itu. Oleh karena itu konsep kemuliaan menghambat kemajuan manusia. Dan jika kita ingin membangun konsep dunia versi skinner, konsep kemuliaan harus dibuang bersama konsep kebebasan.
4.    Hukuman
Skinner menentang hukuman tidak hanya karena hukuman itu berasal dari konsep yang keliru mengenai tingkah laku manusia. Tetapi juga hukuman itu bersifat tidak efektif. Selain itu, menurut Skinner bahwa salah satu tugas utama kita adalah membuat kehidupan kurang dari hukuman dengan merancang masyarakat yang tidak perlu menggunakan hukuman sebagai pengendali tingkah laku para anggotanya.
5.    Alternatif  dari Hukuman
Skinner menyatakan bahwa alternatif-alternatif  lain dari hukuman itu tidak efektif. Selain itu alternatif lain dari hukuman dipraktekkan secara kaku. Alternatif-alternatif itu menurut Skinner antara lain permissiveness, bimbingan dan metode “mengubah pikiran”. Permissiveness atau kebijakan membiarkan adalah cara yang tidak efektif disebabkan kebijakan semacam ini meninggalkan aspek-aspek lain dari pengendalian lingkungan.
6.    Nilai-nilai
Menurut Skinner, memutuskan atau menilai suatu hal sebagai baik atau buruk mengandung arti mengklasifikasikan suatu hal tersebut ke dalam rangka efek-efek memperkuatnya. Tegasnya, sesuatu yang baik adalah sesuatu yang memperkuat secara positif. Sedangkan sesuatu itu dikatakan buruk apabila memperkuat secara negatif. Sasaran umum yang dimaksud Skinner dalam hal ini adalah untuk menciptakan masyarakat yang seimbang. Di mana masing-masing orang diperkuat atau memperoleh perkuatan secara maksimal.
7.    Evolusi Kebudayaan
Penciptaan utopia behaviorisme menuntut pemahaman mengenai bagaimana kebudayaan-kebudayaan atau lingkungan-lingkungan sosial berkembang. Menurut Skinner, peranan teknologi tingkah laku dalam pemeliharaan kelangsungan kebudayaan itu adalah membantu percepatan evolusi kebudayaan.
8.    Perancangan kebudayaan
Skinner mangajukan gagasan tentang perancangan kebudayaan menurut prinsip behaviorisme. Menurut Skinner, kebudayaan mirip dengan kotak eksperimen yang sering ia gunakan dalam penyelidikan tingkah laku. Karena pada keduanya terdapat keniscayaan-keniscayaan dari perkuatan. Skinner juga beranggapan bahwa, rancangan kebudayaan ilmiah itu hanyalah satu cara dari kita untuk memelihara kelangsungan kebudayaan dan kehidupan kita sendiri. Kebudayaan kita, yang telah menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu menyelamatkan dan diselamatkan pengelolanya melalui tindakan-tindakan yang efektif.
9.    Penghapusan konsep manusia otonom
Skinner menegaskan perlunya penghapusan konsep manusia otonom, karena keberadaan manusia otonom berikut atribut-atribut mentalnya sangan kabur. Menurut Skinner, pada gilirannya konsep manusia otonom itu setahap demi setahap harus dihapuskan dan digantikan oleh konsep dan upaya pengendalian tingkah laku.

III.   PENUTUP

Kesimpulan
Teori kepribadian menurut B.F. Skinner  yaitu Operant Conditioning merupakan suatu bentuk belajar yang mana kehadiran respon berulang-ulang dikendalikan oleh konsekuensinya, dimana individu cenderung mengulang-ulang respon yang diikuti oleh konsekuensi yang menyenangkan. Adanya hukuman dan hadiah yang diberikan akan membuat individu lebih mudah untuk belajar.
Menurut Skinner unsur yang terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan (reinforcement) dan hukuman (punishment). Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas (kemungkinan) bahwa suatu perilaku akan terjadi. Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku.



DAFTAR PUSTAKA

Syamsu dan Juntika. 2008. Teori Kepribadian. Bandung: Rosda.
Koswara. 1991. Teori-teori Kepribadian. Bandung: Eresco.
Pervin, dkk. 2010. Psikologi Kepribadian: Teori & Penelitian. Jakarta: Kencana



[1] Syamsyu dan Juntika, Teori Kepribadian (Bandung: Rosda) hal. 127.
[2] Pervin dkk, Psikologi Kepribadian: Teori & Penelitian (Jakarta: Kencana) hal. 357.
[3] Koswara, Teori-teori Kepribadian (Bandung: 1991) hal.  72-77.
[4] Syamsyu dan Juntika, Teori Kepribadian (Bandung: Rosda) hal. 128-129.
[5] Syamsyu dan Juntika, Teori Kepribadian (Bandung: Rosda) hal. 129-130.
[6] Syamsyu dan Juntika, Teori Kepribadian (Bandung: Rosda) hal. 130-131.
[7] Syamsyu dan Juntika, Teori Kepribadian (Bandung: Rosda) hal. 131-132.
[8] Koswara, Teori-teori Kepribadian (Bandung: 1991) hal.  101-108.

Kriteria Dalam Memilih Strategi Pembelajaran

KRITERIA DALAM MEMILIH STRATEGI PEMBELAJARAN

A.   Pengertian Strategi Pembelajaran
Pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa untuk belajar. Kegiatan pembelajaran akan melibatkan siswa mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien (Muhaimin, 1996). Strategi adalah suatu rencana tentang pendayagunaan potensi dan sarana yang ada untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengajaran (Slameto, 1991). Rusyan (1992) berpendapat, bahwa strategi secara umum dapat didefinisikan sebagai garis besar haluan bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Hal senada juga dikemukakan oleh Djamarah (2002), bahwa secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Berkaitan dengan pembelajaran, strategi dapat diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru dengan anak didik dalam perwujudan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.
Dick dan Carey mengatakan, strategi pembelajaran adalah semua komponen materi/paket pengajaran dan prosedur yang digunakan untuk membantu siswa dalam mencapai tujuan pengajaran. Strategi pembelajaran tidak hanya terbatas pada prosedur kegiatan, melainkan termasuk seluruh komponen materi atau paket pengajaran dan pola pengajaran itu sendiri.
Dengan memahami beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran adalah siasat guru dalam mengefektifkan, mengefisiensikan, serta mengoptimalkan fungsi dan interaksi antara siswa dengan komponen pembelajaran dalam suatu kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pengajaran.
Menurut Slameto (1991), strategi pembelajaran mencakup jawaban atas pertanyaan:
1.    Siapa melakukan apa dan menggunakan alat apa dalam proses pembelajaran? Kegiatan ini menyangkut peranan sumber, penggunaan bahan, dan alat-alat bantu pembelajaran.
2.    Bagaimana melaksanakan tugas pembelajaran yang telah didefinisikan (hasil analisis) sehingga tugas tersebut dapat memberikan hasil yang optimal? Kegiatan ini menyangkut metode dan teknik pembelajaran.
3.    Kapan dan di mana kegiatan pembelajaran dilaksanakan serta berapa lama kegiatan tersebut dilaksanakan?

B.   Tahapan Pembelajaran
Secara umum, dalam strategi pembelajaran ada tiga tahapan pokok yang harus diperhatikan dan diterapkan (Riyanto, 2001) sebagai berikut:
1.    Tahap pemula (pra-instruksional), adalah tahapan persiapan guru sebelum kegiatan pembelajaran dimulai.
2.    Tahapan pengajaran (instruksional), yaitu langkah-langkah yang dilakukan saat pembelajaran berlangsung.
3.    Tahap penilaian dan tindak lanjut (evaluasi), adalah penilaian atas hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran dan tindak lanjutnya.
C.   Jenis Strategi Pembelajaran
Aqib (2002) mengelompokkan jenis strategi pembelajaran berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, yaitu:
1.    Atas dasar pertimbangan proses pengolahan pesan.
a.    Strategi deduktif
Materi atau bahan pelajaran diolah mulai dari yang umum ke yang bersifat khusus atau bagian-bagian. Bagian-bagian itu dapat berupa sifat , atribut, atau ciri-ciri.
b.    Strategi induktif
Materi bahan pelajaran diolah mulai dari khusus ke yang umum.
2.    Atas dasar pertimbangan pihak pengelola pesan.
a.    Strategi ekspositorik
Guru mencari dan mengolah bahan pelajaran yang kemudian menyampaikannya kepada siswa.
b.    Strategi heuristis
Bahan atau materi pelajaran diolah oleh siswa. Siswa yang aktif mencari dan mengolah bahan atau materi pelajaran. Guru sebagai fasilitator untuk memberikan dorongan, arahan, dan bimbingan.
3.    Atas dasar pertimbangan pengaturan guru
a.    Strategi seorang guru
Seorang guru mengajar kepada sejumlah siswa.
b.    Strategi pengajaran beregu
Dengan pengajaran beregu dua orang atau lebih, guru mengajar sejumlah siswa.
D.   Kriteria dalam memilih Strategi Pembelajaran
Sehubungan dengan penetapan strategi pembelajaran, ada empat hal pokok yang sangat penting yang dapat dijadikan pedoman untuk pelaksanaan kegiatan pembelajaran agar berhasil sesuai dengan yang diharapkan (Djamarah, 2002), yaitu:
1.    Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.
2.    Memilih sistem pendekatan pembelajaran berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat.
3.    Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik pembelajaran yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh para guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.
4.    Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh para guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik untuk penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.

Beberapa prinsip-prinsip yang mesti dilakukan oleh pengajar dalam memilih strategi pembelajaran secara tepat dan akurat, adalah pertimbangan tersebut mesti berdasarkan pada penetapan:
1.    Tujuan Pembelajaran
Penetapan tujuan pembelajaran merupakan syarat mutlak bagi guru dalam memilih strategi yang akan digunakan di dalam menyajikan materi pengajaran. Tujuan pembelajaran merupakan sasaran yang hendak dicapai pada akhir pengajaran, serta kemampuan yang harus dimiliki siswa. Sasaran tersebut dapat terwujud dengan menggunakan strategi pembelajaran. Tujuan pembelajaran adalah kemampuan (kompetensi) atau keterampilan yang diharapkan dimiliki oleh siswa setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu. Tujuan pembelajaran dapat menentukan suatu strategi yang harus digunakan guru. Dalam silabus telah dirumuskan indikator hasil belajar atau hasil yang diperoleh siswa setelah mereka mengikuti proses pembelajaran. Terdapat empat komponen pokok dalam merumuskan indikator hasil belajar yaitu:
a.    Penentuan subyek belajar untuk menunjukkan sasaran relajar.
b.    Kemampuan atau kompetensi yang dapat diukur atau yang dapat ditampilkan melalui peformance siswa.
c.    Keadaan dan situasi dimana siswa dapat mendemonstrasikan performancenya.
d.    Standar kualitas dan kuantitas hasil belajar.

Berdasarkan indikator dalam penentuan tujuan pembelajaran maka dapat dirumuskan tujuan pembelajaran mengandung unsur; Audience (peserta didik), Behavior (perilaku yang harus dimiliki), Condition (kondisi dan situasi) dan Degree (kualitas dan kuantítas hasil belajar).
2.    Aktivitas dan Pengetahuan Awal Siswa
Belajar merupakan berbuat, memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Karena itu strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas siswa. Aktivitas tidak dimaksudkan hanya terbatas pada aktifitas fisik saja akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis atau aktivitas mental. Pada awal atau sebelum guru masuk ke kelas memberi materi pengajaran kepada siswa, ada tugas guru yang tidak boleh dilupakan adalah untuk mengetahui pengetahuan awal siswa. Sewaktu memberi materi pengajaran kelak guru tidak kecewa dengan hasil yang dicapai siswa, untuk mendapat pengetahuan awal siswa guru dapat melakukan pretes tertulis, tanya jawab di awal pelajaran. Dengan mengetahui pengetahuan awal siswa, guru dapat menyusun strategi memilih metode pembelajaran yang tepat pada siswa-siswa.
Apa strategi yang akan kita pergunakan, sangat tergantung juga pada pengetahuan awal siswa, guru telah mengidentifikasi pengetahuan awal. Pengetahuan awal dapat berasal dari pokok bahasan yang akan kita ajarkan, jika siswa tidak memiliki prinsip, konsep, dan fakta atau memiliki pengalaman, maka kemungkinan besar mereka belum dapat dipergunakan metode yang bersifat belajar mandiri, hanya metode yang dapat diterapkan ceramah, demonstrasi, penampilan, latihan dengan teman, sumbang saran, pratikum, bermain peran dan lain-lain. Sebaliknya jika siswa telah memahami prinsip, konsep, dan fakta maka guru dapat mempergunakan metode diskusi, studi mandiri, studi kasus, dan metode insiden, sifat metode ini lebih banyak analisis, dan memecah masalah.
3.    Integritas Bidang Studi/Pokok Bahasan
Mengajar merupakan usaha mengembangkan seluruh pribadi siswa. Mengajar bukan hanya mengembangkan kemampuan kognitif saja, tetapi juga meliputi pengembangan aspek afektif dan aspek psikomotor. Karena itu strategi pembelajaran harus dapat mengembangkan seluruh aspek kepribadian secara terintegritas. Pada sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah menengah, program studi diatur dalam tiga kelompok. Pertama, program pendidikan umum. Kedua, program pendidikan akademik. Ketiga, Program Pendidikan Agama.
PKn, Penjas dan Kesenian dikelompokkan ke dalam program pendidikan umum. Program pendidikan akademik bidang studinya berkaitan dengan keterampilan. Karena itu metode yang digunakan lebih berorientasi pada masing-masing ranah (kognitif, afektif, dan psikomotorik) yang terdapat dalam pokok bahasan. Umpamanya ranah psikomotorik lebih dominan dalam pokok bahasan tersebut, maka metode demonstrasi yang dibutuhkan, siswa berkesempatan mendemostrasikan materi secara bergiliran di dalam kelas atau di lapangan. Dengan demikian metode yang kita pergunakan tidak terlepas dari bentuk dan muatan materi dalam pokok bahasan yang disampaikan kepada siswa. Dalam pengelolaan pembelajaran terdapat beberapa prinsip yang harus diketahui di antaranya:
a.    Interaktif
Proses pembelajaran merupakan proses interaksi baik antara guru dan siswa, siswa dengan siswa atau antara siswa dengan lingkungannya. Melalui proses interaksi memungkinkan kemampuan siswa akan berkembang baik mental maupun intelektual.
b.    Inspiratif
Proses pembelajaran merupakan proses yang inspiratif, yang memungkinkan siswa untuk mencoba dan melakukan sesuatu. Biarkan siswa berbuat dan berpikir sesuai dengan inspirasinya sndiri, sebab pengetahuan pada dasarnya bersifat subjektif yang bisa dimaknai oleh setiap subjek belajar.
c.    Menyenangkan
Proses pembelajaran merupakan proses yang menyenangkan. Proses pembelajaran menyenangkan dapat dilakukan dengan menata ruangan yang apik dan menarik dan pengelolaan pembelajaran yang hidup dan bervariasi, yakni dengan menggunakan pola dan model pembelajaran, media dan sumber- sumber belajar yang relevan.
d.    Menantang
Proses pembelajaran merupakan proses yang menantang siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir, yakni merangsang kerja otak secara maksimal. Kemampuan itu dapat ditumbuhkan dengan cara mengembangkan rasa ingin tahu siswa melalui kegiatan mencoba-coba, berpikir intuitif atau bereksplorasi.
e.    Motivasi
Motivasi merupakan aspek yang sangat penting untuk membelajarkan siswa. Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan yang memungkinkan siswa untuk bertindak dan melakukan sesuatu. Seorang guru harus dapat menunjukkan pentingnya pengalaman dan materi belajar bagi kehidupan siswa, dengan demikian siswa akan belajar bukan hanya sekadar untuk memperoleh nilai atau pujian akan tetapi didorong oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhannya.
4.    Alokasi Waktu dan Sarana Penunjang
Waktu yang tersedia dalam pemberian materi pelajaran satu jam pelajaran 45 menit, maka metode yang dipergunakan telah dirancang sebelumnya, termasuk di dalamnya perangkat penunjang pembelajaran, perangkat pembelajaran itu dapat dipergunakan oleh guru secara berulang-ulang, seperti video pembelajaran, film, dan sebagainya. Metode pembelajaran disesuaikan dengan materi, contohnya bidang studi biologi, metode yang akan diterapkan adalah metode praktikum, bukan berarti metode lain tidak kita pergunakan, metode ceramah sangat perlu yang waktunya dialokasi sekian menit untuk memberi petunjuk, aba-aba, dan arahan. Kemudian memungkinkan mempergunakan metode diskusi, karena dari hasil praktikum siswa memerlukan diskusi kelompok untuk memecah masalah/problem yang mereka hadapi.
5.    Jumlah Siswa
Idealnya strategi yang kita terapkan di dalam kelas perlu mempertimbangkan jumlah siswa yang hadir, rasio guru dan siswa agar proses belajar mengajar efektif, ukuran kelas menentukan keberhasilan terutama pengelolaan kelas dan penyampaian materi. Para ahli pendidikan berpendapat bahwa mutu pengajaran akan tercapai apabila mengurangi besarnya kelas, sebaliknya pengelola pendidikan mengatakan bahwa kelas yang kecil-kecil cenderung tingginya biaya pendidikan dan latihan. Kedua pendapat ini bertentangan, manakala kita dihadapkan pada mutu, maka kita membutuhkan biaya yang sangat besar, bila pendidikan mempertimbangkan biaya sering mutu pendidikan terabaikan, apalagi saat ini kondisi masyarakat Indonesia mengalami krisis ekonomi yang berkepanjangan. Pada sekolah dasar umumnya mereka menerima siswa maksimal 40 orang, dan sekolah lanjutan maksimal 30 orang. Kebanyakan ahli pendidikan berpendapat idealnya satu kelas pada sekolah dasar dan sekolah lanjutan 24 orang.
Ukuran kelas besar dan jumlah siswa yang banyak, metode ceramah lebih efektif, akan tetapi yang perlu kita ingat metode ceramah memiliki banyak kelemahan dibandingkan metode lainnya, terutama dalam pengukuran keberhasilan siswa. Di samping metode ceramah guru dapat melaksanakan Tanya jawab, dan diskusi. Kelas yang kecil dapat diterapkan metode tutorial karena pemberian umpan balik dapat cepat dilakukan, dan perhatian terhadap kebutuhan individual lebih dapat dipenuhi.
6.    Pengalaman dan Kewibawaan Pengajar
Guru yang baik adalah guru yang berpengalaman, pribahasa mengatakan ”Pengalaman adalah guru yang baik”, hal ini diakui di lembaga pendidikan, kriteria guru berpengalaman, dia telah mengajar selama lebih kurang 10 tahun, maka sekarang bagi calon kepala sekolah boleh mengajukan permohonan menjadi kepala sekolah bila telah mengajar minimal 5 tahun. Dengan demikian guru harus memahami seluk-beluk persekolahan. Strata pendidikan bukan menjadi jaminan utama dalam keberhasilan belajar akan tetapi pengalaman yang menentukan, umpamanya guru peka terhadap masalah, memecahkan masalah, memilih metode yang tepat, merumuskan tujuan instruksional, memotivasi siswa, mengelola siswa, mendapat umpan balik dalam proses belajar mengajar.

Namun demikian, dalam pemilihan dan penetapan strategi pembelajaran, ada beberapa hal yang perlu dijadikan sebagai pertimbangan, antara lain:
1.    Kesesuaian dengan tujuan instruksional yang hendak dicapai.
2.    Kesesuaian dengan bahan bidang studi yang terdiri dari aspek-aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai.
3.    Strategi pembelajaran itu mengandung seperangkat kegiatan pembelajaran yang mungkin mencakup penggunaan beberapa metode pengajaran yang relevan dengan tujuan materi pelajaran.
4.    Kesesuaian dengan kemampuan professional guru bersangkutan terutama dalam rangka pelaksanaannya di kelas.
5.    Cukup waktu yang tersedia, karena erat kaitannya dengan waktu belajar dan banyaknya yang harus disampaikan.
6.    Kesediaan unsur penunjang, khususnya media instruksional yang relevan dan peralatan yang memadai.
7.    Suasana lingkungan dalam kelas dan lembaga pendidikan secara keseluruhan.
8.    Jenis-jenis kegiatan yang serasi dengan kebutuhan dan minat siswa, karena erat kaitannya dengan tingkat motivasi belajar untuk mencapai tujuan instruksional.







DAFTAR PUSTAKA


Ibrahim R, Syaodih S Nana. 2003. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Riyanto, Yatim. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Nasution. S. 2005. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Media Prenada.
Uno, B. Hamzah. 2006. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Yamin, Martinis. 2006. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada